Candi Tawangalun, Pernah Akan Dirusak Sekelompok Orang Karena Dianggap Tak Sesuai Ajaran

ADAKITANEWS, Sidoarjo – Selama ini masyarakat Sidoarjo kebanyakan hanya mengenal keberadaan Candi Pari di Kawasan Porong. Dan tak banyak yang tahu, dengan Candi Tawangalun yang terletak di Desa Buncitan Kecamatan Sedati ini.

Tidak mudah untuk menemukan candi ini. Warga di sekitar lokasi, juga tak semuanya mengetahui keberadaan salah satu situs peninggalan nenek moyang tersebut. Untuk memudahkan menjangkau situs ini, pengunjung bisa menggunakan Akademi Perikanan Sidoarjo sebagai patokan. Hal itu karena memang letaknya, persis di belakang kampus ini.

Candi Tawangalun sangat berbeda dengan candi-candi yang ada di Sidoarjo pada umumnya. Sebab, candi ini berada di perbukitan dan tidak seperti candi lainnya yang berada di area pemukiman warga.

Juru Kunci Candi, Ahmad Syaiful Munir mengatakan dulu candi ini sangat tidak terawat dan tidak seperti sekarang ini. “Kalau dulu memang kesannya terbengkalai,” ujarnya, Sabtu (02/09).

Di sekitaran candi ini, terlihat hamparan luas seperti halnya bekas tambak yang berair payau. Menurut Syaiful, lokasi ini dulunya merupakan laut dangkal yang kini sudah mengering, terbukti dengan ditemukannya fosil ikan purba, karang, kerang, batuan laut, dan segala hal yang berhubungan dengan laut.

Selain itu di bagian tengah candi terdapat lubang berbentuk persegi berukuran sekitar 1 x 1 meter dengan kedalaman sekitar 2 meter yang diperkirakan dulunya merupakan sumur. Pria 46 tahun ini menyebutnya Sumur Windu.

Pria yang sejak tahun 2003 menjadi juru kunci candi ini mengatakan, sejak tahun 2007 ia mulai mengadakan pembenahan pada bagian fisik candi. Menurutnya banyak bagian candi yang berlubang serta diambil warga sekitar. “Ini menyebabkan candi terlihat tak berbentuk. Berbeda pada saat saya masih kecil dulu,” ujar warga asli Buncitan ini.

Kemudian timbul ide untuk merekonstruksinya. Untuk mewujudkan impiannya itu, Syaiful menggunakan batu bata yang seumuran dengan umur candi ini. “Untuk mendapatkan bata-bata yang sejenis, saya mencari ke berbagai penjuru desa Buncitan. Sehingga bentuk candi Tawang Alun bisa kita nikmati seperti sekarang ini,” jelasnya.

Upaya Syaiful tidak hanya menyelamatkan candi saja, namun ia juga melindungi ekosistem alam di sekitarnya. Ia merawat pepohonan serta burung yang hidup bebas di sekitar candi itu. “Rasanya sangat tenang ketika mendengar burung berkicau serta semilir angin yang berhembus dari sela-sela pepohonan,” katanya.

Syaiful mengungkapkan bahwa dirinya pernah berurusan dengan sekelompok warga yang ingin merusak situs ini karena dianggap tidak sesuai dengan ajarannya. “Ada yang sengaja merusak dan mencuri beberapa situs di sekitar candi ini. Untuk menghindari hal tersebut, saya selamatkan lebih dulu,” ungkapnya.

Syaiful mengatakan, Candi Tawangalun didirikan pada 1292 yang merupakan bentuk tanda cinta kasih Raja Brawijaya kepada Putri Alun, anak raksasa Resi Tawang Alun. Rakyat desa kala itu atas perintah raja bersama-sama mendirikan candi yang kini bentuknya sudah tidak keruan lagi itu. Sampai pada akhirnya berdirilah sebuah bangunan candi yang kini bernama Candi Tawang Alun.

Belakangan kalangan istana raja mengetahui kalau Putri Alun ternyata bukan manusia biasa melainkan keturunan raksasa. Lalu diusirlah Putri Alun yang sudah dalam keadaan mengandung bayi buah cintanya dengan Prabu Brawijaya itu.

Kembalilah sang Putri Alun ke kediamannya di Tawang Alun, sampai pada akhirnya ia melahirkan seorang putra yang kelak bernama Arya Damar.

Setelah tumbuh menjadi manusia dewasa, Arya Damar mengunjungi Majapahit bermaksud menemui sang raja. Namun nasib berkata lain. Prabu Brawijaya malah mengusirnya. Sang raja dengan serta merta menghardik Arya Damar yang bernama lain Jaka Dila itu karena diketahui ibundanya, Putri Alun ternyata seorang raksasa keturunan Resi Tawang Alun yang juga dari bangsa raksasa.

Arya Damar sangat kecewa dengan perlakuan dan sikap Prabu Brawijaya yang ternyata juga ayahandanya sendiri itu. Hingga pada akhirnya kekecewaan Arya Damar itu dilampiaskan dengan cara bertapa brata kembali ke Desa Tawang Alun kediaman sang ibunda sampai akhirnya menghilang tanpa bekas (moksa).

Sebagian masyarakat sekitar dan para pendatang hingga kini masih sering melakukan ritual dan meditasi di kompleks Candi Tawang Alun. Pada hari-hari tertentu, terutama malam 1 suro mereka menggelar upacara selamatan di kawasan candi ini.(pur)

Keterangan gambar : Candi Tawangalun di kawasan Desa Buncitan Kecamatan Sedati.(foto: mus purmadani)

Related posts

Leave a Comment