Ampo, Jajanan Khas Tuban Dari Tanah Liat

ADAKITANEWS, Tuban – Pernah makan camilan dari tanah liat ? Di Tuban, tepatnya di Dusun Trowulan Desa Bektiharjo Kecamatan Semanding, masih dapat dijumpai produsen dan konsumen panganan berbahan tanah liat. Warga menyebutnya ampo. Panganan ini sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Tuban.

=========

Salah satunya Sarpik, 38, yang mengaku menjalankan usahanya dari warisan turun temurun. Ia sengaja melanjutkan usaha orang tuanya, dan hampir setiap hari memproduksi makanan ampo. “Saya gak tahu adanya makanan ini sejak kapan. Yang pasti sejak zaman nenek saya dulu sudah ada. Dulu ampo adalah camilan yang istimewa di kalangan masyarakat pedesaan,” jelasnya.

Menurutnya, tanah liat yang dijadikan bahan ampo tidak sembarang tanah. Yaitu tanah yang tidak mengandung batuan kerikil. Tanah liat yang diambil merupakan tanah berjarak sekitar 10 sentimeter dari permukaan. Tujuannya adalah untuk menghindari batuan kerikil serta akar rumput yang terdapat di dalam tanah.

Sarpik menjelaskan, proses pembuatan ampo diawali dari membuat adonan tanah. Dari sini dibutuhkan tekstur yang pas untuk menentukan bagaimana hasil ampo nantinya. Tanah dicampur dengan air hingga menemukan kepadatan dan kalis (tidak lembek dan tidak kering) supaya saat dikerok, tanah tidak mudah patah dan rapuh. Adonan yang telah jadi itupun kemudian dibentuk kotak, kemudian didiamkan beberapa saat, sebelum dikerok menjadi stik ampo.

Beberapa alat yang perlu dipersiapkan untuk mengeruk ampo yakni pisau dan keruk, atau kerok berbahan bambu, ganden dan tataan adonan.

Tanah liat kalis atau adonan ampo yang sudah didiamkan, lalu mulai dikeruk menggunakan keruk bambu. Tidak semua orang bisa melakukannya. Dan untuk itu, sepertinya pembuat ambo diharuskan memiliki bakat bawaan.

Sarpik meneruskan, bahwa stik ampo hasil kerukan itu terlebih dahulu harus dijemur. “Kalau ampo dijemur lebih baik, supaya kuat dan tidak menghabiskan banyak kayu saat proses pembakaran,” katanya.

Sekitar satu jam dijemur di bawah terik matahari, stik ampo yang telah menyerupai jajanan coklat ini kemudian dimasukkan dalam periuk dari tanah liat, kemudian diletakkan di atas perapian. Untuk pembakaran tidak bisa menggunakan api yang menyala, akan tetapi hanya perlu diasapi untuk menimbulkan bau asap atau masyarakat menyebutnya sangit. Kayu yang digunakan pun tidak bisa sembarang kayu. Minimal kayu bertekstur keras seperti pohon jati, asam, atau mangga untuk dimanfaatkan arangnya.

Sekitar 30 menit waktu pengasapan, stik ampo asap akhirnya sudah dapat dikonsumsi. Tim Adakitanews.com yang sejak awal mengikuti proses pembuatan ampo milik Sarpik, lantas dipersilakan mencicipi makanan khas Tuban itu. Dan benar saja, begitu memakannya rasa khas tanah asap langsung memenuhi mulut. Dan sesaat kemudian, muncul rasa adem yang merupakan ciri khas tanah.

Setiap hari Sarpik mampu memproduksi ampo asap sekitar 17 kilogram. Untuk setiap satu kilogram, ia jual seharga Rp 8.000 hingga Rp 10.000. Dan untuk memasarkan ampo tersebut, ia mengaku memiliki langganan di pasar kota Tuban.

Masyarakat Kecamatan Semanding, khususnya Desa Bektiharjo diketahui memanfaatkan ampo bukan hanya untuk camilan, namun juga sebagai sesaji ketika ada hajatan khitan, pernikahan, bahkan saat hendak menanam dan memanen padi.

Sementara itu warga setempat, Wiwin, 40, mengatakan ampo juga mempunyai khasiat. Diantaranya bisa memyembukan penyakit gatal, nyeri dan panas. “Kalau digunakan sebagai obat ampo tidak dimakan langsung, melainkan direndam dalam air selama 15 menit, kemudian air tersebut yang diminum sebagai obatnya. Biasanya ibu hamil banyak yang mencari makanan ini,” ujarnya.(pur)

Keterangan gambar : Ampo makanan khas Tuban yang mulai hilang tergerus zaman.(foto:mus purmadani)

Related posts

Leave a Comment