Sidang Korupsi Dana Hibah Pilkada Lamongan, PH Tidak Terima Dakwaan JPU

ADAKITANEWS, Lamongan – Sidang korupsi dana hibah Pilkada Lamongan tahun 2015 dengan terdakwa Irwan Setyadi, mantan Bendahara KPU Lamongan digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (18/03) kemarin.

Dalam sidang tersebut Penasehat Hukum terdakwa, Nihrul Alhaidar tidak dapat menerima dan membeberkan kejanggalan dakwaan Jaksa Penuntun Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lamongan. Poin yang pertama, dalam surat dakwaan tanpa menyebutkan secara rinci tanggal dan tempat kejadian yang dimaksud.

“Namanya tindak pidana harus cermat kronologi hukumnya. Tempat dimana dan tanggal kejadian yang dimaksud. Hal itu oleh Penuntut Umum tidak disebutkan secara rinci, sehingga tidak jelas dan tidak cermat,” jelas Nihrul ketika dikonfirmasi awak media, Kamis (19/03).

Poin kedua, lanjut Gus Irul, sapaan akrab Nihrul Alhaidar, JPU dalam isi uraian delik dakwaan kesatu primer adalah sama dengan isi uraian delik subsider. Begitu juga isi uraian delik dakwaan kesatu primer dan subsider adalah sama dengan isi uraian delik pada dakwaan kedua.

“Tindakan Penuntut Umum yang memadukan uraian dakwaan antara delik yang satu dengan yang lain adalah tindakan yang menyebabkan Obscuur Libel (kabur),” ujar Gus Irul.

Di poin ketiga, sambungnya, mengenai penulisan dakwaan terdakwa yang tidak sesuai dengan identitas terdakwa, yaitu pada umur dan tanggal lahir. Sedangkan poin keempat yang dibacakan yakni mengenai kewajiban KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), dimana dalam surat dakwaan Penuntut Umum dalam menganggarkan tidak membuat Rencana Kegiatan Anggaran. Hanya sebatas corat-coret dan sudah ditanyakan berkali-kali oleh terdakwa dan KPA hanya mengatakan yang penting laporannya saja.

“Dalam hal ini UU RI nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa KPA melaksanakan kegiatan dalam dokumen yang telah disahkan. Kenapa kok dibebankan semua pada terdakwa? Ini kan menyalahi aturan,” tanyanya.

Sementara itu pada poin kelima, tambah Gus Irul, yang menjadi eksepsi mengenai ganti rugi yang sudah dikembalikan berdasarkan rekomendasi dari BPK saat ada temuan, kliennya tidak menerima gaji honor PNS sebesar Rp 3.347.642 terhitung sejak diputuskan bersama antara Inspektur Jenderal KPU pada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lamongan beserta Komisioner KPU dan Sekretaris KPU yang merangkap sebagai KPA.

“Dimana gaji honor tersebut dikembalikan kepada Kas Daerah sejak bulan Juni 2016 sampai pada bulan Juli 2020, bayangkan saja selama itu terdakwa tidak menerima honor tetapi tetap bekerja sampai jam tutup kantor. Mana rasa kemanusiaannya terdakwa punya anak istri, dan ini melanggar HAM dimana setiap manusia mempunyai penghidupan yang layak,” tegasnya.

Gus Irul mengatakan, keputusan BPK itu masih dilaksanakan sampai hari ini, dan belum dicabut, sehingga seharusnya terdakwa tidak bisa dipidana. “Secara keseluruhan surat dakwaan yang dibuat Penuntut Umum tidak Jelas, tidak cermat dan tidak lengkap. Oleh karena itu dakwaan dari Penuntut Umum tidak dapat diterima,” tandasnya.

Terpisah, Kasi Pidsus Kejari Lamongan, M Subhan mengatakan, bahwa pihaknya tidak mengomentari apa yang menjadi eksepsi penasehat hukum terdakwa. Ia memastikan akan menanggapinya di persidangan berikutnya.

“Ada beberapa hal yang disoroti penasihat hukum terdakwa yakni terkait identitas, Locus Tempus Delicti, dan hal-hal terkait unsur dan lain-lain. Dan Insya Allah akan kami tanggapi pada persidangan selanjutnya, Rabu, 1 April 2020,” katanya.(prap)

Keterangan gambar: Sidang korupsi dana hibah Pilkada Lamongan di Pengadilan Tipikor Surabaya.(ist)

Related posts

Leave a Comment