ADAKITANEWS, Sidoarjo – Setiap kali masuk Kota Sidoarjo, pengguna jalan pasti akan melihat sebuah monumen berwarna emas yang terletak di sebuah taman, di bawah flyover Buduran. Ya, monumen itu merupakan salah satu sosok tokoh pahlawan nasional, HR Mohamad Mangoendiprodjo, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada Jumat, 7 November 2014 lalu.
Kendati demikian, rupanya banyak warga yang tidak tahu siapa sosok yang dijadikan monumen tersebut. “Waduh siapa ya, sebentar saya lihat dulu di papan namanya,” ujar Eka Septia, seorang pelajar SMK asal Sukodono ketika ditemui Tim Adakitanews.com, Sabtu (12/08).
Informasi yang diperoleh Tim Adakitanews.com, Monumen H R Mohamad Mangoendiprodjo yang dibangun dengan biaya Rp 50 juta dari APBD II 1994/1995 ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur kala itu, Almarhum H M Basofi Sudirman.
Peresmian itu bertepatan dengan peringatan hari jadi Kabupaten Sidoarjo yang ke -136, yang ditandai dengan penanda tanganan prasasti dan pembukaan selubung kain, disaksikan para veteran RI dan para pejabat tingkat I Jawa Timur dan tingkat II Sidoarjo serta para undangan lainnya.
Almarhum Basofi Soedirman dalam sambutannya kala itu, mengatakan monumen ini sebagai wujud dari rasa kepedulian terhadap jasa pahlawan.
Pada masa pendudukan Jepang, Mohamad Mangoendiprodjo terpanggil untuk mengikuti pendidikan PETA dan diangkat menjadi daidancho (komandan batalyon) di Daidan III Sidoarjo, yang markasnya di wilayah Buduran.
Di Sidoarjo, di bawah kepemimpinannya, jiwa keprajuritan, jiwa persatuan dan kesatuan membela tanah air dibangkitkan kembali setelah lenyap terbuai semenjak abad 17. Dan saat revolusi pecah, Mohamad Mangoendiprodjo bersama eks perwira PETA lainnya membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Tugas dan jabatan lain yang dipegang dalam ketentaraan antara lain bendahara BKR di masa BKR Propinsi dipimpin oleh Moestopo dan menjadi Kepala Urusan Angkatan Darat.
Sejarawan Sidoarjo, Soekarno, mengatakan HR Mohamad itu sebenarnya tentara yang memegang keuangan dari Doel Arnowo. “Bersama Abdul Wahab, Ketua BKR Karesidenan melakukan perebutan senjata Jepang. HR Mohamad pernah menjadi sandera tentara Inggris pada pertempuran 30 Oktober 1945 yang menewaskan Mallaby,” katanya.
“Beliau pernah menolak memberikan dana perjuangan kepada Mayor Sabarudin yang cukup ditakuti di Karesidenan Surabaya pada masa perang kemerdekaan,” katanya.(pur)
Keterangan gambar : Monumen HR Mohamad.(foto:mus purmadani)