Gelar Ulur-ulur Agar Air Telaga Tak Mengering

ADAKITANEWS, Tulungagung – Setiap hari Jumat Legi di bulan Selo dalam kalender Jawa, petani di empat desa, yakni Desa Sawo, Ngentrong, Gamping dan Gedangan, Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung menggelar tradisi unik yang disebut dengan Ulur-ulur.

Tradisi yang dilaksanakan di sumber mata air Telaga Buret di Desa Sawo tersebut, merupakan ungkapan rasa syukur warga atas anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Air dari telaga Buret ini merupakan sumber yang menyuplai kebutuhan bagi irigasi sawah maupun keperluan industri di empat desa tersebut. “Tradisi Ulur-ulur sebagai makna dari ungkapan syukur kepada Tuhan atas sumber air di Telaga Buret yang tak pernah kering, meski musim kemarau. Sehingga petani di empat desa ini tidak pernah kekurangan air, untuk mengairi sawahnya,” kata Sumiran, sesepuh adat, Jumat (20/07).

Tradisi Ulur-ulur diawali dengan arak-arakan oleh ratusan warga dengan mengarak sepasang temanten cilik, yang menggendong hasil panen padi dan dibungkus pada selembar kain putih. Mereka yang diiringi sesepuh desa menuju Telaga Buret, setelah menempuh perjalanan sekitar tiga kilometer.

Dalam arak-arakan ini juga diikuti sekelompok remaja yang memainkan reog kendang, kesenian khas Tulungagung. Sesampainya di Telaga Buret, mereka memanjatkan doa dengan harapan selalu diberikan limpahan rezeki.

“Harapan kita, selalu dalam kondisi sehat dan diberikan rezeki berupa hasil panen yang melimpah,” ujar Sumiran.

Pada rangkaian tradisi ini juga dilakukan ritual jamasan atau memandikan dua arca yang merupakan lambang kesuburan yakni arca Dewi Sri dan Joko Sedono. Prosesi jamasan arca tersebut, harus dilakukan oleh wanita yang telah mengalami menopause (sudah tidak mengalami haid,red).

Usai dijamas dengan air bunga, kedua arca tersebut kemudian didandani layaknya dewa-dewi, lengkap dengan kalung dari untaian bunga melati dan mahkota dari janur daun kelapa.

Sebagai tanda akhir proses ritual, beberapa sesepuh juga tampak melakukan tabur bunga di tepi telaga. Sumiran menjelaskan, tradisi Ulur-ulur ini sebenarnya sudah ada sejak nenek moyang mereka, dan dilakukan secara turun-temurun.

“Tradisi ini sudah ada sejak dulu. Karena itu agar tradisi ini tetap lestari, akhirnya pada tahun 1993 baru diformalkan,” pungkasnya.(bac)

Keterangan gambar : Prosesi siraman dan tabur bunga dalam tradisi Ulur-ulur.(foto : acta cahyono)

Related posts

Leave a Comment