ADAKITANEWS, Madiun – Meski proses perizinan PT Samiplast Mitra Makmur (SMM) masih mencapai sekitar 60 persen, pihak pabrik hingga kini terus melanjutkan pembangunan pabriknya, yang terletak di Desa Tiron Kecamatan/Kabupaten Madiun.
Suryanto, Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Madiun saat dikonfirmasi Tim Adakitanews.com menyampaikan jika izin yang belum dimiliki oleh PT SMM diantaranya adalah izin lingkungan, yang nantinya dikeluarkan oleh Bupati. Proses izin lingkungan sendiri, nantinya akan terbit setelah dilakukan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Kalau pengurusan izin lokasi sudah naik kemeja Bupati. Namun untuk izin lingkungannya nantinya masih menunggu AMDAL,” jelas Suryanto, Jumat (25/08).
Sementara saat disinggung masalah IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Suryanto mengaku jika IMB baru akan diproses, namun menunggu pengurukan tanah di lokasi yang rencananya akan didirikan bangunan pabrik selesai. Suryanto menjelaskan, jika pengurukan telah selesai, maka akan diketahui batas-batas bangunan pabrik.
“Meski proses perizinan baru berjalan sekitar 60 persen dan belum 100 persen, namun karena perusahaan diharuskan ada progres reportnya, maka kalau mereka sudah memulai aktivitas pembangunan adalah hak mereka saja. Setidaknya dari iktikad mengurus proses perizinan. Dan sudah sampai ke izin lokasi,” jelentreh Suryanto.
Sementara terkait adanya penolakan dari sejumlah warga sekitar yang takut dengan dampak lingkungan akibat dibangunnya pabrik tersebut, Suryanto menegaskan pihaknya siap memfasilitasi kedua belah pihak untuk menyelesaikannya.
“Masyarakat yang belum pernah studi banding dan menginginkannya, pihak PT Samiplast Mitra Makmur siap memfasilitasnya,” ucap Suryanto.
Suryanto menyatakan jika penolakan masyarakat tersebut hanya sebagian kecil saja. Bahkan pihaknya mengilustrasikan, jika dari empat atau lima orang yang setuju, hanya satu orang tidak setuju.
Penolakan dari sejumlah warga tersebut salah satunya terkait kekhawatiran akan adanya pencemaran lingkungan yang bisa berdampak pada kesehatan. Pasalnya pembangunan pabrik tersebut, dianggap terlalu dekat dengan pemukiman.
Salah satunya Edi Supriadi, 63, warga RT 13/RW 5 Desa Tiron Kecamatan/Kabupaten Madiun yang pembangunan pabrik tersebut tepat berada di depan rumahnya. “Jika pabrik tetap didirikan, saya tidak akan pernah setuju. Siapapun nantinya jika meminta persetujuan lingkungan akan saya tolak, jika difungsikan sebagai pabrik,” kata Edi yang mengaku sudah belasan tahun tinggal di Tiron.
Edi mengatakan, dirinya dan beberapa warga sebenarnya sudah pernah mengirim surat ke Bupati dan Gubernur, yang intinya meminta kepada Pemerintah Daerah untuk mempertimbangkan atau meninjau ulang rencana pembangunan tersebut.
Edi menuturkan, pasca mengirim surat tersebut dirinya bersama sejumlah warga kemudian diundang menghadiri pertemuan yang difasilitasi oleh DPMPTSP Kabupaten Madiun pada 15 Agustus 2017 lalu, dan dihadiri oleh Kepala DPMPTSP, Kepala Desa, dan perwakilan pabrik.
Menurutnya, dari pertemuan tersebut pihak pabrik menawarkan beberapa hal salah satunya akan memfasilitasi warga yang ingin studi banding. Juga akan mengutamakan warga sekitar untuk dipekerjakan di pabrik, dan menawarkan pembangunan saluran air di sekitar pabrik lewat dana CSR sebesar Rp 450 juta.
“Itulah hasil rapat koordinasi pembangunan pabrik plastik. Tapi saya tetap menolak dan tidak tanda tangan,” tegas pensiunan Polisi tersebut.
Dirinya tidak menyetujui rencana pembangunan tersebut karena menganggap apa yang diberikan pihak pabrik tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan. Salah satunya masalah pencemaran udara akibat proses produksi, yang menurutnya bisa mengakibatkan penyakit kanker walaupun limbah udaranya tidak berbau.
Terpisah, Budi Haryanto selaku Perwakilan PT Samiplast Mitra Makmur mengakui jika pengurusan izin oleh pihaknya memang belum tuntas. “Tidak apa melakukan pengurukan karena tanahnya tanah kering. Kan penerbitan Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT), karena sertifikat lama itu sertifikat tanah pekarangan jadi jika dilakukan pengurukan tidak masalah, kecuali jika sawah. Menguruk tanah tidak masalah, lain halnya jika mendirikan bangunan. Untuk proses perizinan progresnya sudah 60 persen,” jelas Budi Haryanto.
Menurut Budi, pihaknya terus berupaya memenuhi seluruh perizinan serta bersosialisasi kepada warga di sekitar lokasi pembangunan pabrik. Tidak hanya itu, bahkan warga sudah diajak studi banding ke pabrik plastik di Gempol serta Pandaan, untuk melihat proses produksi serta membuktikan jika tidak ada limbah yang ditimbulkan.
“Beberapa tokoh masyarakat desa sudah kami ajak studi banding ke Gempol dan Pandaan, ternyata tidak ada limbah yang dihasilkan dan lain sebagainya,”jelasnya.
Penolakan dari beberapa warga itu bagi Budi tidak menjadi masalah. Baginya jika pihaknya terbukti merusak lingkungan, baru pihak berwenang dipersilakan menghentikannya. Pabrik juga sudah melakukan uji laboratorium dengan Dinas terkait di Provinsi Jawa Timur untuk mengetahui kondisi air serta ambien udara di Desa Tiron, sebelum mendirikan pabrik. Jika nantinya pabrik mulai produksi dan terjadi perubahan kondisi air dan ambien udara, dipastikan pabriknya akan ditutup karena terbukti melakukan pencemaran lingkungan.
“Dinas Lingkungan Hidup melalui Satpol PP pasti akan menghentikan produksi dan menutup pabrik saya jika terbukti ada pencemaran udara,” jelasnya.
Budi menyatakan, semua usaha pasti berdampak. Hanya saja harus dilihat upaya pencegahan yang dilakukan, dengan menyesuaikan aturan dan ketentuan yang berlaku.
Budi mengklaim jika gejolak ini sebenarnya bukan dari dampak yang akan ditimbulkan, namun merupakan masalah pribadi antara perangkat desa dengan Kepala Desa setempat. “Persoalan ini adalah imbas dari kepala desa yang memecat lima perangkat desa,” lanjutnya.(bud)
Keterangan gambar : Bakal lokasi Pabrik Plastik di Desa Tiron yang sedang proses uruk.(foto : budiyanto)