Dampak Buruk Aplikasi TIK TOK, Salah Siapa?

Tik Tok, sebuah aplikasi yang kini tengah digandrungi masyarakat tetapi juga menuai banyak kontroversi. Tik Tok memang bukan aplikasi game, tetapi semacam pembuat video pendek berdurasi 15 detik dengan filter-filter, musik, atau efek-efek yang beragam. Aplikasi ini mulai hadir di Indonesia sekitar September 2017 lalu dan diresmikan di Jakarta. Tik tok, menjadi salah satu aplikasi yang banyak diunduh di App Store di seluruh dunia, dan aplikasi yang banyak diunduh nomor 7 di seluruh dunia sepanjang kuartal pertama 2018, menurut lembaga SensorTower . Di iOs saja, aplikasi itu diunduh sebanyak lebih dari 45 juta kali.

Tik Tok adalah bagian dari Bytedance Inc, perusahaan internet raksasa Cina yang juga jadi induk usaha Musical.ly. Di negara asalnya, Tik Tok dikenal dengan nama Douyin. Sebagai aplikasi media sosial yang user generated, Tik Tok seharusnya punya mekanisme bagaimana membuat standar konten dan bagaimana mencegah serta menyelesaikan apabila ada konten yang melanggar undang-undang. “Salah satu alasan pemblokiran Tik Tok adalah adanya pornografi, pelecehan agama, dan banyak sekali pelanggaranya,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Samuel Abrijani Pangarepan, Selasa (03/07) kemarin.

Samuel menjelaskan bahwa Tik Tok diblokir sejak Selasa (03/07) siang. Namun demikian, sejak siang itu pun Tik Tok juga masih dapat dibuka di aplikasi, tapi tidak dapat dibuka di browser dari beberapa provider dengan tulisan “situs terlarang”.

Penggemar Tik Tok diketahui sangat beragam mulai dari kalangan balita, anak-anak,dewasa ,hingga lansia. Terbukti dari banyaknya unggahan-unggahan di Instagram, salah satunya mulai dari anak-anak sampai ibu-ibu, bahkan nenek-nenek membuat video dengan aplikasi ini. Namun memang, lebih banyak remaja dan anak-anak yang menggandrungi aplikasi ini.

Menurut Direktur Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, fenomena kepopuleran Tik Tok adalah suatu hal yang biasa terjadi. “Ini kan hanya aplikasi yang sedang tren, seperti dulu ada euforia pokemon, sampai ada kehebohan. Sekarang zamannya Tik Tok,” kata dia.

“Ini adalah hal yang harus kita hadapi di era pemanfaatan teknologi informasi. Tidak perlu ditolak karena eranya seperti itu asal tidak melanggar nilai-nilai. Namun yang memanfaatkan aplikasi harus lebih bijak, orang tua harus mengawasi anaknya dan memberikan masukan kepada anak mana yang boleh dan mana yang tidak, orang tua juga harus selalu mengawasi anak-anaknya dalam bermain,” jelasnya.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika mengapresiasi kehadiran para petinggi Tik Tok ke Indonesia. Potensi terbukanya kembali Tik Tok pun masih terbuka lebar. Setelah dilakukan pertemuan pada Rabu(04/07), pemerintah Indonesia mengajukan sejumlah syarat lewat komitmen tertulis untuk melihat keseriusan Tik Tok.

Komitmen pertama, pihak Tik Tok diminta untuk melakukan pembersihan konten-konten yang mengandung pornografi di dalam platform tersebut. Kedua, Tik Tok diminta melakukan filterisasi agar kejadian serupa tidak terulang.

Kedua hal tersebut akan dicek secepatnya oleh Menkominfo. Apabila saat pengecekan tersebut ternyata Tik Tok telah menjalankan komitmen yang dipersyaratkan kominfo, bukan tidak mungkin aplikasi yang tengah digandrungi remaja di Indonesia ini bisa diakses lagi oleh masyarakat. Selain itu Menkominfo juga meminta batasan umur untuk pengguna Tik Tok yang saat ini 12 tahun menjadi diatasnya, lalu meminta Tik Tok untuk punya kantor operasi di Indonesia agar bisa berkoordinasi lebih mudah.

Kini, pengguna Tik Tok harus lebih bijak dalam menggunakan aplikasinya. Begitupun orang tua harus melakukan pengawasan terhadap anak-anak ketika bermain.

Pemerintah sebenarnya sangat apresiasi generasi –generasi yang mampu menciptakan teknologi terbaru. Karena semakin berkembangnya zaman , perkembangan tehnologi akan sangat dibutuhkan. Namun orang tua juga memiliki peran penting dalam memperkenalkan serta membatasi permainan anak. Meskipun hidup di zaman modern, namun selalu kenalkan anak-anak dengan permainan lokal agar anak-anak tidak terlalu kecanduan dan bergantung pada androidnya. Orang tua sebagai pendidik utama, harus mampu memberikan permainan yang sesui dengan usia dan psikologis anak.

Oleh : Lusi Ningtias R
Mahasiswa Ilmu Komunikasi/Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
NIM: 172022000079

Related posts

Leave a Comment